MINE
Purworejo, 20 Mei 2009
Alam
Suara percikan air
Yang mendendang ditelinga
Suara cit-cit burung
Seakan menambah aroma pagi
Aku tau dimana aku
Aku tau siapa aku
Dan aku tau bagaimana diriku
Namun yang tak pernah kurelakam
Melewati pagi bersama
Melakoni aktifitas yang tiada henti
Hanya bersama kalian
Alam…………..
Alam yang bersahabat
Walau dalam suka ataupun duka
Walau dalam sempit ataupun lapang
Terimakasih alam
Atas semua yang kau persembahkan
By : !t !$ x-2
Alam
Suara percikan air
Yang mendendang ditelinga
Suara cit-cit burung
Seakan menambah aroma pagi
Aku tau dimana aku
Aku tau siapa aku
Dan aku tau bagaimana diriku
Namun yang tak pernah kurelakam
Melewati pagi bersama
Melakoni aktifitas yang tiada henti
Hanya bersama kalian
Alam…………..
Alam yang bersahabat
Walau dalam suka ataupun duka
Walau dalam sempit ataupun lapang
Terimakasih alam
Atas semua yang kau persembahkan
By : !t !$ x-2
By : !t !$ x-2
uasana pagi di sebuah desa terpencil di kecamatan Air Upas kabupaten Ketapang sangat menyejukkan jiwa dan raga. Alam seakan bisa bersatu dan menjadikan jiwa yang sunyi menjadi secerah percikan sinar yang muncul dari singgasananya. Sebuah kehangatan pagi yang takkan pernah terelakan untuk dilewatkan. Ditambah para tetangga yang ramah dan menjunjung tinggi rasa persaudaraan.
“ Ma, ayo bangun! Dah pagi ni!” suara lembut papa yang membangunkan mama. Hanya dalam hitungan detik mama bangun tanpa membangunkan aku. Sebenarnya aku sendiri ikut terbangun oleh suara papa, tapi aku pura-pura masih tidur karena aku ingin selalu dimanja oleh papa dan mama. Setelah waktu sholat subuh tiba, Papa dan mama membangunkan aku dan kakak untuk sholat subuh. Seusai sholat subuh Mama memasak sementara aku kembali lagi ke tempat tidur yang dengan setianya menunggu aku. Aktifitas mama dan papa setiap pagi seperti itu, walaupun terkadang mama telat bagun karena kecepean karena harus memanen kelapa sawit atau sekedar bersih-bersih disekitar kebun kelapa sawit yang selama ini kami harapkan hasilnya. Tetapi sekarang itu hanya sebuah isapan jempol belaka. Papa yang dulu setiap pagi pergi ke kebun sawit untuk memenen atau hanya sekedar merawat kelapa sawit kini tidak lagi..
Papaku adalah tipe orang yang sangat sederhana. Papa hanya bekerja sebagai kuli bangunan di sebuah pabrik sawit yang jaraknya lumayan jauh dengan rumah kami. Papa juga harus mengayuh sepeda untuk sampai di tempat kerja. Karena jarak yang sangat jauh dan membutuhkan waktu setengah hari untuk sampai maka papa dengan berat hati meninggalkan kami di rumah dan papa tinggal di perumahan sederhana milik perusahaan itu. Sehingga papa pulang hanya satu bulan sekali itupun tidak pasti. Biasanya papa pulang dengan mengayuh sepeda tua yang selalu menemani papa setiap akan berpergian. Tetapi papa tidak pernah mengeluh kepada mama, aku ataupun kakak. Walau hanya dengan gaji Rp 543.000,00 per bulan tapi papa selalu mensyukuriny karena itu lebih baik dari gaji hasil panen kebun kelapa sawit kami. Yang selalu papa inginkan adalah hidup bahagia dalam naungan agama islam. Papa selalu mengingatkan kami untuk sholat. Selain itu papa dengan sabarnya mengajari aku dan kakak untuk mengaji agar kelak anak-anaknya menjadi anak yang soleh dan solehah. Itulah yang membuat keluarga kami selalu bahagia walaupun kami selalu hidup seadanya.
***
Suasana pagi itu memang membuat aku terlena. Suara ayam yang selalu membangunkan akupun tak terdengar. Tiba-tiba mama membuka pintu kamar dan membangunkan aku dan kakak yangsedang asyik bermimpi hingga ke negri Jiran. Kamar aku dan kakak memang jadi satu, hanya saja berbeda ranjang sehingga mama mudah untuk membangunkan aku dan kakak. Suara mama yang cukup keras mengahetkan aku. Hingga akhirnya aku jatuh dari tempat tidurku. Sementara kakakku dengan bangganya mengejek aku yang sedang teraniyaya karena jatuh dan harus menahan sakit.
“ Sity! Kakak! ayo bangun! Kita semua mau menyusul papa di PT. HARAPAN SAWIT LESTARI. Cepat kalian mandi!” kaya mama.
“ Ha……………..?” Kami secara serentak berteriak karena terkejut mendengar berita itu. Sebuah berita besar yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Sebuah berita yang selama ini hanya ada di angan-anganku.
Mama dengan semangat 45menyuruh aku dan kakak untuk segera mandi. Karena sebentar lagi kami akan bertemu papa yang sudah dua bulan tidak bersma kami karena papa harus bekrerja untuk menafkahkan keluarga, mencari uang untuk sekolah aku dan kakak. Tapi beberapa saat kemudian aku dan kakak menuruti nasehat mama untuk segera mandi.
***
Suatu malam yang cerah, dimana bulan yang bersinar menyinari bumi seakan menggambarkan suasana hati yang bahagia. Tetapi hal itu tak tampak ada sebuah kebahagian diraut wajah papa karena disamping papa tidak ada aku, mama maupun kakak. Tetapi papa selalu berusaha untuk tabah dalam menghadapi apapun. Walaupun kadang papa merasa kesepian. Papa ingat betul bagaimana keadaan keluarga kami jika papa tidak bekerja di perusahaan itu. Apakah hanya menunggu gaji sawit yang tak tentu. Tidak, dalam hati kecilnya papa tidak ingin mengulanggi dimana gaji pertama yang papa peroleh dari hasil panenan sawit kami hanyalah Rp 2.000,00 Sabuah angka yang bisa memotifasi papa untuk bekerja lebih giat lagi agar bisa mencukupi kebutuhan kami.. Itupun papa harus panas-panasan melawan panasnya matahari, dingginya hujan dan keringnya tenggorokan. Sebuah perjalanan hidup yang sangat sulit untuk dilewati. Perjuangan yang sangat besar demi memperolah sesuap nasi. Sungguh besar jasa papa yang tiada bisa kami balas dengan apapun. Terimakasi papa, semoga jasa-jasa papa mendapat ridho dari Allah SWT.
***
“Sity, cepat! Kakakmu sudah selesai. Nanti kita langsung ke Air Upas untuk menunggu bis!” perintah mama sambil membereskan barang-barang yang akan dibawa.
“ Iya Ma. Bentar lagi aku selesai.”
Sememtara kakak sudah siap dengan tas ranselnya. Kakak yang masih duduk di kelas 6 SD seakan menggambarkan seorang kakak yang siap melindungi aku dan mama diperjalanan nanti. Tapi wajah imut nan lugu kakak seakan menghilangkan pandangan kalau kakak yang akan menjaga kami. Justru pandangan bahwa kakak yang akan merepotkam kami. Setelah beberapa saat aku keluar dari kamar sambil menenteng boneka yang selalu aku bawa. Boneka lucu pemberian mama ketika aku baru masuk sekolah dan hinnga aku kelas 3 SD. Setelah kami semua siap kami meninggakan rumah menuju ke Air Upas. Sebuah kecamatan yang terletak di tengah-tangah hutan rimba dan dilewati oleh bis yang akan menghantarkan kami ke perusahaan dimana papa bekerja. Tapi sebelumnya kami menghampiri tetengga kami yang akan kesana juga u. Walaupun perasaan bahagia muncul diwajah mama tapi mama tetap seperti menyembunyikan sesuatu yang harus aku diungkap. Mama yang hampir tidak mengucapkan kata-kata sedikitpun tiba-tiba meneteskan air mata kebahagiaaan dan kesediahan. Air mata bahagia karena mama akan bertemu papa tapi air mata kesedihan karena mama akan meninggalkan kampung halaman tercinta. Sebuah kampung yang sangat subur dan asri, walaupum letaknya di tenggah-tengah hutan balantara.
Ketika kaki mulai melangkah untuk menuju Air Upas, tiba-tiba seorang anak seumuran denganku lari menuju aku sambil meneteskan air matanya dan memanggil-manggil namaku. Dia adalah gadis kecil yang tanpa dosa yang membawa sejuta ketulusan Dia juga sahabat kecilku yang selalu ada disampingku ketika aku dalam kondisi suka maupun duka. Seorag sahabat yang selalu berbagi cerita dan canda bersama. Seorang sahabat yang sudah aku anggap sebagai saudara kandungku. Tapi kini aku harus meninggalkan sahabat kecilku di sebuah pedalaman suku Dayak. Orang-orang dayak yang sulit untuk berbaur dengan para pendatang. Perasaan ini seakan berontak, tidak rela meninggalkan dia sendiri tanpa teman yang bisa membuat kebahagiaan. Itu mungkin memeng sudah menjadi sebuah suratan kalau aku harus rela menjalani semua ini. Yaitu sebuah pilihan yang sulit aku tentukan. Ketika tanganku ini bersalaman dengannya seakan aku tidak mau untuk melepaskannya. Dengan segenap perasaan dia memelukku erat-erat. Sebuah pelukan perpisahan dari seorang sahabat. Seakan dia tidak rela melepaskan aku. Air mata yang membasahi wajahnya membuat aku bertambah tidak tega menghadapi semua ini.
SAHABAT
Sahabat kecil
Kau selalu ada
Disaat aku tertawa
Disaat aku menangis
Hatiku tak rela
Hatiku tak tega
Melihat kenyataan pahit
Melihat kenyataan yang tak lagi bersahabat
Maafkan aku
Jangan pernah lupakan aku
Untuk selama-lamanya
***
Setelah aku, keluargaku dan tetanggaku sampai di Air Upas kamipun duduk di sebuah warung makan sambil menunggu bis yang datang. Semoga bis itu seagera datang. Karena di daerah itulah bis lewat dan hanya dua hari sekali. Itupun terkadang sudah penuh oleh penumpang yang ingin bepergian ke daerah lain . Tapi semangat 45 kami tak urung pudar. Kami menunggu hingga malam hari. Malangnya bis yang kami tunggu tak kunjung datang. Tiba-tiba hujan dengan derasnya mengguyur daerah itu. Perasaankupun menjadi bertambah cemas, bagaimana kalau sampai aku tidak jadi bertemu papa. Sedangkan mama an tetanggaku sudah tertidur pulas karena kecapean menunggu kedatangan bis. Sementara kakak hanya mondar-mandir menunggu kedatangan bis yang tak kunjung datang.
Tiba-tiba aku dikejutkan oleh kakak. Ditengah derasnya huhan kakak lari menuju pinggir jalan. Ternyata kakak hanya memastikan apakah cahaya yang tampak dari kejauhan itu bis yang kami tunggu. Ternyata itu benar, bis yang kami tunggu sudah dating. Setelah itu kakakku membangunkan mama dan tetanggaku. Beberapa saat kemudian bis yang kami tunggu berhenti tepat di depan sebuah warung tempat kami menungu. Derasnya hujan, dinginnya malam dan gelapnya malam tak menyurutkan semangat kami untuk naik ke bis. Walaupun pakaian aku basah, tapi hati kecilku merasa sangat senang karena nanti akan bertemu papa yang selama ini aku rindukan. Diwajah mama juga mengisyaratkan kalau mama juga sedang bahagia akan bertemu papa.
Selama dalam bis, aku hanya terdiam. Bukan karena mengantuk tapi karena aku sudah tidak sabar untuk bertemu papa. Aku ingat betul pesan-pesan papa kepada aku dan kakak. Papa selalu berpesan agar anak-anaknya menjai anak yang selalu berbakti kepada kedua orang tuanya.
Setelah kurang lebih dua jam didalam bis, akhirnya kami sampai juga di kecamatan Manis Mata. Yaitu kecamatan tempat papa bekerja. Setelah itupun kami turun dari bis. Setelah itu aku langsung menuju komplek dimana papa tinggal. Sebuah kompek perumahan tua yang khusus dihuni oleh pekerja kasar seperti papa. Aku tau komplek itu papa karena sebelumnya aku sudah diberitahu oleh tetanggaku yang juga bekerja di perusahaan yang sama dengan papa. Beruntunglah barang bawaan kami hanya sedikit. Sehingga kami tidak perlumemanggil papa untuk membawakan barang bawaan kami. Dalam benak pikiranku yang muncul saat itu adalah yang akan aku lakukan yaitu memberi kejutan papa.
Setelah sampai didepan komplek papa, aku langsung berteriak.
“ Papa…………….. Papa………….”
“Ya sebentar! Siapa ya….?” Seseorang dengan suara besar menjawab dari balik pintu .
Setelah beberapa saat orang itu muncul dari balik pintu. Treng…………. Ternyata seseorang yang tinggi besar dan berkumis ymembuat aku menangis. Pada saat itu juga aku langsung nangis, dan mama langsung menghampiri aku dan menggenong aku. Ternyata aku salah pintu. Sebuah kejadian yang sangat memalukan. Beruntunglah aku masih kecil sehingga aku tidak terlalu malu. Setelah mama minta maaf, kami menuju komplek sebelahnya. Komplek yang memang tempat dimana tinggal papa.
Ketika papa membuka pintu, aku langsung turun dari gendongan papa dan memeluk papa. Betapa bahagianya aku bisa bertemu papa dan dunia seakan hanya milikku seorang. Papa juga langsung menyambut pelukan anak bungsunya dengan perasaan bahagia dan lega. Papa tidak menyangka jika kami akan menyusul papa. Setelah beberapa saat papa baru sadar kalau mama dan kakaksuda berdiri di belakangku sejak tadi.. Setelah mereka berpelukan papa masih tetap tercengang dan hanya berdiri di depan pintu.
“ Pa…… Kita kan capek. Masak ndak suruh masu?” tanyaku sambil mencubit papa.
“Auk aem. Ayo kita masuk!” Papa menjawab dengan bahasa khas dayak.
Setelah dipersilakan masuk oleh papa, maka kami langsung masuk. Sebuah rumah kecil dan sederhana . Tidak terlihat ada barang-barang yang berharga hanya saja sudah ada penerang listrik yang siap menerangi ruang-ruang yang ada. Tidak seperti ketika aku tinggal di Air Upas. Suatu keadaanimana pada malam hari gelap gulita, tiada lampu penerang yang masuk. Hanya sebuah sentir yang selalu menemani malam-malam kami. Suara jangrik dan hewan-hewan yang membubarkan kesunyian malam kami.
Setelah beberapa saat kemudian papa menyiapkan makan malam untuk kami. Kamipun makan bersama. Sebuah malam yang selalu aku nanti-nanatikan walaupun mammal itu hanya makan nasi dan sayur bayam. Malam dimana keluargaku bias berkumpul bersama dan bisa menikmati makan bersama. Sebuah momen yang tidak bisa aku lupakan dalam kehidupanku walaupun saat itu aku masih duduk di kelas tiga SD. Tapi aku bisa merasakan kebahagiaan yang diinginkan setiap orang.
Tiada suara ayam yang berkokok, dan suara hewan-hewan yang selalu mengusik tidurku. Tapi suara azan dari masjid yang jaraknya cukup jauh yang menyusuk keheningan tidurku. Setelah sholat subuh, aku keluar rumah untuk menikmati pagi yang cerah. Suasana yang sangat indah dan sebuah pemandangan perumahan sederhana yang berjajar rapi. Tepat berada du depan komplek itu ada sebuah bagunan yang besar. Disana ada beberapa orang yang sedang sibuk menyiapkan sesuatu. Entah apa yang aku lihat, tapi aku tidak terlalu memperdulikannya. Tiba-tiba papa datang dan berdiri disampingku.
“ Nak, kenapa kamu berdiri di sini sendirian?” Tanya papa.
“Aku hanya ingin menikmati indahnya pagi pa..”
“ Apa kamu tidak ingin papa temani untuk jalan-jalan?”
“Tidak pa, aku hanya ingin Tanya. Apa yang mereka lakukan?” jawabku sambil menunjukkan jari telunjukku yang kecil kearah orang-orang yang sedang sibuk menyiapkan sesuatu di dekat mobil besar yang menurutku sangat aneh. Mobil yang aku sendiri tidak tau mobil apa itu. Dan itu adalah mobil aneh yang pertama kali aku lihat.
“Oh itu. Mereka adalah karyawan yang bertugas dibagian distribusi. Tugas mereka adalah mengantarkan minyak mentah itu kesebuah pelabuhan. Dan mobil besar itu namanya adalah tanker. Didalam tabung itulah minyaknya disimpan.” Papa menjelaskan dengan panjang lebar.
“Pa….” suara lirihku mengagetkan lamunan papa.
“Ada apa?” papa bertanya kepada aku dengan lembut.
“Apa papa juga bekerja seperti mereka?”
“Tidak. Papa bekerja sebagai tukang bangunan. Terkadang papa harus panas-panasan membetulkan bangunan, membetulkan gentian atau sekedar mengecat tembok. Terkadang papa juga dikirim ke bandara khusus helikopter milik perusahaan untuk menembel lapangan yang sudah rusak.” Jawab papa.
“ Pa, sebenarnya papa ngerasa capek ngak sih? Papa kan harus bekerja untuk aku, mama dan kakak.”
Papa hanya terdiam. Aku tau papa pasti merasa capek. Papa ingin istirahat, menikmati hidup yang hanya sekali dan tidak dapat diulangi lagi. Aku memandangi papa sambil merasakan bagaimana keadaan yang harus papa alami setiap hari. Papa harus berabngkat bekerja mulai dari pagi jam 07:00 sampai jam 16:00. membanting tulang untuk menyekolahkan kami.
“ Nak, papa tidak akan merasa capek, jika kamu dan kakakmu jadi orang yang sukses, berbakti kepada orang tua dan selalu dijalan Allah.”
Aku hanya mengangguk mendengarkan papa yang sedang berbicara.
“ Nak, jika kamu sudah besar nanti papa ingin kamu menjadi orang yang sukses dan selalu dijalan Allah. Dan jangan lupa selalu sholat lima waktu. O.k!”
“ O.K!” jawabku ingkat.
***
Sementara di dapur mama sedang memasak. Tiba-tiba kakakku dating an mengagetkan mama.
“ Dor…ma, adek dan papa kemana sih. Kok di kamar ngak ada?” Tanya kakak.
“ Tu ada di depan. Kamu panggil gi. Mama sudah selesai masak dan kita semua sarapan pagi bersama.”
“O.k ma.” Jawab kakak.
“ Pa… Dek… Ayo kita makan bersama!” ajak kakak sambil menuju kearahku dan papa.
“O.k. eh kak. Kakak ingin jadi seperti papa ndak?”
“ Kakak? Kakak nggak mau jadi seperti papa yang hanya tukang bangunan biasa. Tapi kakak ingin jadi arsitek yang sukses. Sehingga papa tidak susah-susah cari uang untuk kita. Yang ingin kakak tiru dari papa adalah semangat papa dalam mencari nafkah.” Kata kakak.
Kata-kata kakak seakan membuat papa menjadi terharu dan papapun memeluk kami dengan erat. Pelukan yang penuh kasih sayang antara anak dan papanya.
“ Papa… aku ingin papa selalu ada di dekat aku. Jika kelak aku besar nanti aku tidak mau berpisah dengan papa. Boleh khan pa……….?”
Papa hanya menggangguk. Setelah itu kamipun sarapan bersama. Sebuah keluarga yang selama ini aku idam-idamkan. Aku ingin setiap hari keluargaku bisa merasakan kebahagiaaan yang selama ini aku rasakan. Semua orang pasti akan merasakan hal yang sama jika bisa selalu bersama-sama dalam suka maupun duka.
“ Ma, kalau setiap hari kita seperti ini papa serasa lebih semangat dalam bekerja.”
“ Aku juga. Aku pengen jadi orang yang sukses untuk membahagiakan papa dan mama.” Sambung kakak.
“Ma.. kalau aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.” Kataku sambil meneteskan air mata.
“Suda-sudah. Kalian semua adalah anak mama dan papa. Dan selamanya akan menjadi anak mama dan papa.” Kata mama, sambil menyuapi aku makan.
THE END
By Sitty Ms(32)/X2